About Myself

Foto saya
Kiky seneng banget nonton film,nonton pertunjukan jazz, makan es krim, travelling, dan lagi suka warna putih...

Jumat, 09 Januari 2009

Becoming Music Director

KNOWLEDGE SHARING PART 2.

Ketika berbicara tentang music director biasanya orang akan mengaitkannya dengan simfoni orkestra atau dengan profesi konduktor dalam sebuah pertunjukan orkestra. Namun posisi ini juga bisa bertanggung jawab pada hasil akhir dari sebuah lagu, atau bisa juga disebut sebagai seorang arranger. Meski demikian di beberapa negara, kata music director ini banyak dipakai sebagai pemegang posisi di sebuah orkestra.

Dalam hal ini seorang music director bertanggung jawab secara umum, baik dari segi performance sebuah grup simfoni, termasuk juga memastikan bahwa semua anggota tersebut sudah mengetahui dan mengerti musik yang akan dibawakan, melakukan supervisi dari sebuah pertunjukan musik yang akan diadakan dan juga memimpin sebuah pertunjukan orkestra.

Tentunya untuk mereka yang tertarik pada posisi ini harus sangat peka pada musik, mempunyai kemampuan untuk mengharmonisasikan nada dan tentunya punya dedikasi tinggi pada musik. Sekarang, memang posisi ini tak hanya terbatas pada orkestra ataupun simfoni saja namun juga bisa termasuk ke dalamnya adalah sebagai director seorang artis. Sehingga ia pun harus mengetahui karakter vokal artis sehingga dari situ pun ia bisa menentukan jenis musik yang sesuai untuk dibawakan oleh artis tersebut. Ia pun bertanggung jawab untuk mengarrange konser yang akan diadakan, mengontrol musik yang akan dipertunjukan ataupun yang akan direkam, dan punya otoritas untuk memilih, mengeluarkan personal yang akan diikutsertakan dalam sebuah pertunjukan musik.

Music director pun bisa saja muncul di sebuah film credits yang merupakan mereka yang berprofesi dan bertanggung jawab untuk mensupervisi dan mendirect musik yang dipilih dalam sebuah film, baik itu film komersial ataupun dokumenter. Dalam beberapa term, posisi sebagai music director bisa mengacu pada beberapa kategori berdasarkan tempatnya sendiri. Misalnya saja posisi music director di sebuah stasiun radio bisa berarti berhubungan dengan perusahaan recording, mengaudisi ataupun memilih musik-musik ataupun lagu-lagu baru, dan mengambil putusan lagu mana yang akan diudarakan, seberapa banyak dan kapan lagu tersebut akan diputarkan.

Saya pun telah menjadi music director sekitar enam tahun, tapi bukan dengan katageori music director yang telah dituliskan diatas. Saya menjadi music director untuk sebuah kegiatan spiritual training atau training otak kanan. Pada dasarnya apa yang dikerjakan hampir sama dengan music director di bidang lainnya. Pekerjaan ini adalah sebuah seni. Perlu kombinasi yang unik dan apik dalam mengkombinasikan lagu, siapa audience pada saat itu dan bagaimana membuat lagu yang diputarkan memiliki “soul” sehingga rasa dan tujuan memutar musik itu bisa menjalar ke setiap perasaan audience. Dan itu bukan pekerjaan yang mudah, butuh jam terbang yang tinggi untuk mengasahnya, dan terus memiliki kemauan untuk terus belajar. Lembaga training yang menjadi tempatku bekerja bukanlah lembaga training biasa, karena sang trainer selalu mengkombinasikan trainingnya dengan lagu-lagu yang diputar dan lagunya pun tidak monoton tergantung dari audience yang sedang dituju. Lagu merupakan salah satu jiwa dalam training ini selain pembawaan dari sang trainer. Antara saya sebagai music director dengan trainer perlu “menyatu” walaupun dengan bahasa yang berbeda, sehingga tujuan dari training ini bisa tercapai.

Bicara tentang jenis lagu yang diputar, tentu saja harus melihat audience saat itu, mulai lifestyle, selera (termasuk musik), karakteristik umum dan sebagainya. Informasi seperti itu penting saya dapatkan sebelum training dimulai karena saya perlu mencari ke dalam direktori musik kami untuk kemudian mencocokkannya dengan target audience. Walaupun sudah bertahun-tahun saya menjalaninya, saya tetap memerlukan persiapan matang untuk menyiapkan segala sesuatunya, karena kepuasan dari peserta training akan menjadi kebanggaan saya juga. Musik pun akhirnya menjadi ciri khas kami dalam memberikan sebuah training, sehingga jenis lagu yang diputar akan menentukan identitas dari lembaga training ini seperti layaknya sebuah stasiun radio. Dan saya perlu tetap berusaha mempertahankan identitas lembaga training ini tetapi juga harus memahami selera audience.

Menjalani profesi ini memang perlu mengetahui informasi musik apapun (termasuk musik yang “aneh-aneh”) dan harus rela mendengar dan meresapi lagu yang bukan selera saya. Dan tantangannya, saya harus berburu lagu yang kadang langka didapat. Setiap saat saya harus memperbarui pengetahuan musik saya untuk musik apapun, dan minimal setiap sebulan sekali terkadang saya harus hunting CD music bahkan CD impor untuk pengkayaan koleksi musik dari lembaga training kami. Selama training berlangsung, saya perlu tahu mood dari peserta dan akan membawa mood peserta tersebut kemana tentu saja dengan bahasa musik. Kepekaan memang diperlukan disini selain sebuah aktualisasi dari seni itu sendiri. “Music director itu seperti layaknya seorang paranormal yang harus peka dalam menebak selera orang”.

Saya sangat mencintai pekerjaan saya. Penuh dengan seni, selalu mengalir, selalu ada yang baru, memerlukan kreativitas, dan perlu sebuah kepekaan rasa. Saya pun akan terus meningkatkan kemampuan saya, dan tidak menutup kemungkinan untuk mencoba music director pada bidang lain atau bahkan berkarir di profesi ini. Saya pun bercita-cita akan meluangkan waktu untuk menempuh pendidikan formal untuk meningkatkan kemampuan saya.

Tidak ada komentar: